Ada anggapan bahwa kemerosotan produktivitas terjadi karena struktur manajemen yang terlalu otokratis. Seorang profesor menyebut struktur yang demikian sebagai penyakit "encok organisasi". Artikel berikut ini menunjukkan bahwa penyakit encok itu timbul karena tidak adanya fleksibilitas dan komunikasi dalam perusahaan.
Walaupun ada mat (yang tidak penuh) di kalangan bisnis untuk membuka kesempatan pada karyawan dan eksekutif junior untuk mempertanyakan kebenaran prosedur dan praktek-praktek perusahaan yang ada sekarang ini, atau untuk mengusulkan pembaharuan yang radikal yang mungkin dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan, ahli-ahli manajemen sependapat bahwa sebagian besar perusahaan umumnya tetap tidak mempunyai fleksibilitas dan bersikap otokratis serta menolak setiap perubahan dan 'gagasan yang lebih baik'.
Karena tidak ada keinginan untuk mengadakan perubahan inilah maka usaha perusahaan untuk melibatkan karyawan dan eksekutif eselon rendah dalam pengambilan keputusan masih tetap menarik banyak perhatian.
Ketika kalangan bisnis dan pemerintah Amerika merasa makin khawatir mengenai kemerosotan dalam banyak sektor ekonomi, beberapa profesor menganggap hal itu terjadi antara lain karena struktur manajemen yang terlalu otokratis. John Kennedy, profesor di College of Business Administration Notre Dame menyebut hal itu "organisational arthritis", penyakit encok organisasi.
"Sebagian dari perusahaan-perusahaan ini pada prakteknya begitu kaku dan lamban karena para eksekutif tingkat atas bermental anti-risiko dan mental seperti ini menyusup ke seluruh tubuh organisasi," kata Prof. Kennedy.
Kekuasaan
Menurut para analis, kekacauan tersebut dapat terwujud dalam dua bentuk. Ada yang disebabkan oleh struktur manajemen, ada juga yang disebabkan oleh gaya manajemen. Ditinjau dari keseriusannya, gaya manajemen bisa dilihat dari warna-warna dasi para eksekutif sampai pada sejauh mana para eksekutif dapat saling berkomunikasi secara terbuka.
Yang dimaksud dengan struktur manajemen adalah apakah kekuasaan eksekutif terpusat pada beberapa orang saja di pucuk pimpinan atau dibagi-bagi di antara pusat-pusat keuntungan perusahaan.
"Sampai batas tertentu," kata William Abernathy, profesor di Graduate School of Business Administration, Universitas Harvard, "teknologi menentukan struktur manajemen, tetapi bukan menentukan berapa jauh keterbukaan perusahaan itu." Profesor Abernathy cemas bahwa banyak manajer tidak terlatih untuk membuat mekanisme yang meningkatkan keterbukaan dan komunikasi.
Sasaran
Ia mendefinisikan manajemen 'terbuka' sebagai manajemen tempat komunikasi berjalan dua arah: karyawan dan eksekutif junior diberi kesempatan dan bisa memberikan sumbangan secara efektif dalam berbagai operasi dan perencanaan perusahaan dalam pada itu tujuan dan sasaran manajemen senior secara efektif diteruskan kepada eselon yang lebih rendah dalam perusahaan itu.
"Manajemen seringkali mengeluh karena karyawan tidak memberikan saran-saran yang sesuai dengan rencana perusahaan," kata Profesor Abernathy menambahkan. "Ini sama sekali tidak mengherankan karena biasanya para pekerja bukanlah bagian dari proses perencanaan. Dan di banyak perusahaan, mereka sengaja dibuat merasa bahwa mereka memang bukan merupakan bagian itu. Akibatnya hal itu semakin membuat mereka tidak mau memberikan saran perbaikan."
Abernathy juga menganggap, berkurangnya pembaharuan di banyak perusahaan di-sebabkan oleh semakin seringnya terjadi pergantian di pucuk pimpinan perusahaan besar.
Perusahaan-perusahaan Amerika, katanya, semakin berpaling kepada orang-orang dengan latar belakang hukum dan keuangan untuk mengisi jabatan di pucuk pimpinan. Persentase para pimpinan eksekutif di 100 perusahaan besar AS dengan latar belakang seperti itu telah meningkat 50% dibandingkan 30 tahun lalu.
"Sebagai akibatnya," kata Abernathy, "semakin sedikit pulalah jumlah orang-orang yang berpengalaman dalam fungsi-fungsi yang penuh persaingan seperti pemasaran, produksi, riset, dan pengembangan."
Menurut para ahli lainnya, kurangnya pengalaman dalam bidang-bidang tersebut membuat banyak para eksekutif tingkat paling atas bersikap skeptis terhadap saran-saran karyawan.
"Banyak eksekutif adalah manajer dan bukan orang bisnis," kata William Niskanen Jr., Profesor di Graduate School of Management Universitas California, Los Angeles, dan bekas direktur bidang ekonomi di Ford Motor Co.
"Falsafah yang ditanamkan pada para manajer perusahaan adalah etik birokratis dan bukan etik bisnis. Kalau manajer yang bergaji besar dan berstatus tinggi tidak banyak memberikan ide dalam melaksanakan program dan tidak mau banyak mengambil risiko untuk memperbaikinya, maka dengan sendirinya sumbangan yang mereka berikan juga akan sedikit sekali."
Perbedaan Pendapat
Menurut Profesor Niskanen, struktur manajemen yang tidak terpusat mungkin lebih unggul daripada manajemen yang sangat terpusat. Manajemen tidak terpusat memungkinkan timbulnya lebih banyak kesalahan, kalau memang terjadi kesalahan, tetapi manajemen seperti itu juga memperbesar kemungkinan untuk pembaharuan yang cepat.
Salah satu tantangan yang paling sukar bagi manajemen perusahaan ialah kesediaan memberikan kesempatan untuk berbeda pendapat. Alasan Profesor Niskanen ini bukan teoritis semata-mata. Buktinya ia sendiri mengakui bahwa ia dipecat oleh Ford, karena menurut dia, dia telah mengatakan kepada majikannya bahwa kuota yang dikenakan pemerintah terhadap mobil-mobil Jepang tidak akan memecahkan masalah yang dihadapi Ford.
[Majalah Eksekutif Edisi Suplemen 1985]
0 意見:
Post a Comment